Sebuah Cerita Menunggu Pagi


Sebuah Cerita Menunggu Pagi
sebuah cerita menunggu pagi via apod-id.com
Cobalah lihat dirimu. Sendiri.

Cobalah menjadi aku.

Aku telah berjalan ke sana-ke sini. Aku telah berjalan demikian jauh

Tapi aku tak merasakan apa-apa. Aku tak merasakannya

Aku hanya ingin tenang, dan menikmati.

Tapi aku tak tahu ingin menikmati apa.

Aku hanya berada dalam mimpiku.

Aku berbicara.

Aku terdiam, aku menari, aku bernyanyi. Tapi tak ada apa-apa

Sebenarnya, aku tak suka berdiam diri terlalu lama.

Sebab aku mudah terlihat bodoh.

Ah, aku bosan sekali.

Padahal aku sedang mendampa bertukar cerita.

Tapi tak ada siapa.

Seorang pendengar ternyata lebih dibutuhkan.

Daripada petuah.

Aku sedang ingin merasa kantuk.

Tapi malam panjang.

Dan aku duduk.

Bagaimana hari menjadi musim?

Bagaimana aku harus bersembunyi?

Pelan saja. Sedikit saja.

Sisakan cerita untukku.

Aku sedang ingin berdiam.

Aku sedang ingin terlelap dalam buaian.

Aku sedang ingin bergegas.

Entah ke mana dan  bagaimana,

Aku hanya berpikir aku ada.

Aku hanya berpikir kita.

Tapi tak ada siapa

bahkan rupaku.

Seakan tak kulihat.

Aku hanya sebentuk ruh.

Melayang ke sana-sini.

Sembari menunggu ajal.

Tapi tetap tak ada yang menangisiku.

Sial betul.

Ah, baiklah aku di sini saja.

Terjaga sepanjang usia.

Memainkan peran yang biasa.

Meskipun itu bukan peran yang biasa.

Aku tahu aku lelah.

Aku tahu aku gundah.

Tapi aku lebih tahu, aku terlalu payah.

Berapa banyak yang telah tiada?

Berapa kenang yang berganti begitu saja.

Pernahkah air mata terulang?

Ah, aku sedang ingin bercanda.

Kepada angin.

Kepada dingin.

Kepada segala cuaca.

Dan ingin.

Aku terjaga.

Aku berharap tak ada siapa.

Ternyata lebih istimewa. Terkadang

Segalanya perlu waktu yang tak sebentar.

Aku masih merenung.

Aku masih melamun.

Aku masih menunggu.

Aku masih di sini.

Aku masih ingin ke sana-sini.

Aku masih terasing.

Aku masih tak suka bising.

Aku masih setia memeluk angin.

Tak ada kesempatan untuk berharap.

Tak ada kesempatan untuk melihat.

Ini, kesekian kali aku merasa payah.

Tidak, aku tidak merasa.

Aku begitu saja lelah.

Dan menyerah.




Dan pagi, baru saja tiba.

Semantik Bahasa Indonesia


Semantik Bahasa Indonesia
buku semantik bahasa indonesia 
Pengertian

Kata semantik berasal dari bahasa Yunani sema yang artinya tanda atau lambang (sign). “Semantik” pertama kali digunakan oleh seorang filolog Perancis bernama Michel Breal pada tahun 1883. Kata semantik kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari tentang tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Oleh karena itu, kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa: fonologi, gramatika, dan semantik (Chaer, 1994: 2).

Menurut Ferdinan de Saussure (1966), tanda lingustik terdiri dari :

1. Komponen yang menggantikan, yang berwujud bunyi bahasa.
2. Komponen yang diartikan atau makna dari komopnen pertama.

Kedua komponen ini adalah tanda atau lambang, dan sedangkan yang ditandai atau dilambangkan adalah sesuatu yang berada di luar bahasa, atau yang lazim disebut sebagai referent/acuan/hal yang ditunjuk. Jadi, Ilmu Semantik adalah  ilmu yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Ilmu tentang makna atau arti. Pandangan yang bermacam-macam dari para ahli mejadikan para ahli memiliki perbedaan dalam mengartikan semantik. Pengertian semantik yang berbeda-beda tersebut justru diharapkan dapat mengembangkan disiplin ilmu linguistik yang amat luas cakupannya.

Jenis Makna

Menurut Chaer (1994), makna dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria dan sudut pandang. Berdasarkan jenis semantiknya, dapat dibedakan antara makna leksikal dan makna gramatikal, berdasarkan ada atau tidaknya referen pada sebuah kata atau leksem dapat dibedakan adanya makna referensial dan makna nonreferensial, berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata/leksem dapat dibedakan adanya makna denotatif dan makna konotatif, berdasarkan ketepatan maknanya dikenal makna kata dan makna istilah atau makna umum dan makna khusus. Lalu berdasarkan kriteri lain atau sudut pandang lain dapat disebutkan adanya makna-makna asosiatif, kolokatif, reflektif, idiomatik dan sebagainya.

Berdasarkan Jenis Semantiknya

Makna Leksikal
Adalah makna kata yang berdiri sendiri baik dalam bentuk dasar maupun dalam bentuk kompleks (turunan) dan makna yang ada tetap seperti apa yang dapat kita lihat dalam kamus. Makna leksikal dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu (a) makna konseptual yang meliputi makna konotatif, makna afektif, makna stilistik, makna kolokatif dan makna idiomatik.

Makna Gramatikal
Makna grmatikal adalah makna yang muncul sebagai akibat digabungkannya sebuah kata dalam suatu kalimat. Makna gramatikal dapat pula timbul sebagai akibat dari proses gramatikal seperti afiksasi(imbuhan), reduplikasi(pengulangan) dan komposisi(campuran).

Berdasarlan Ada Tidaknya Referen

Makna Referensial dan Non Referensial

Perbedaan makna referensial dan makna nonreferensial berdasarkan ada tidak adanya referen dari kata-kata itu. Bila kata-kata itu mempunyai referen, yaitu sesuatu di luar bahasa yang diacu oleh kata itu, maka kata tersebut disebut kata bermakna referensial. Kalau kata-kata itu tidak mempunyai referen, maka kata itu disebut kata bermakna non referensial. Kata meja termasuk kata yang bermakna referensial karena mempunyai referen, yaitu sejenis perabot rumah tangga yang disebut ’meja’. Sebaliknya kata mungkin tidak mempunyai referen, jadi kata karena termasuk kata yang bermakna nonreferensial.

Berdasarkan Ada Tidaknya Nilai Rasa Pada Sebuah Kata/Leksem

Makna Denotatif

Makna yang bersifat denotasi; makna kata atau kelompok kata yang didasarkan atas hubungan lugas antara satuan bahasa dan wujud di luar bahasa, seperti orang, benda, tempat, sifat, proses, kegiatan. Atau sering disebut makna sebenarnya (positif).

Makna Konotatif

Makna yang bersifat konotasi; makna yang timbul karena adanya tautan pikiran antara denotasi dan pengalaman pribadi; makna negatif, makna tiruan/bukan arti sebenarnya.

Berdasarkan Ketepatan Maknanya

Makna Kata dan Makna Istilah

Setiap kata atau leksem memilki makna. Pada awalnya, makna  yang dimiliki sebuah kata adalah makna leksikal, makna denotatif, atau makna konseptual. Namun, dalam penggunaan makna kata itu baru menjadi jelas kalau kata itu berada dalam konteks kalimatnya atau konteks situasinya. Kita belum tahu makna kata jatuh sebelum kata itu berada dalam konteksnya.
a.       Adik jatuh dari sepeda.
b.      Dia jatuh cinta pada adikku.

Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa makna kata masih bersifat umum, kasar dan tidak jelas.  Kata tangan dan  lengan sebagai kata, maknanya lazim dianggap sama, seperti tampak pada contoh berikut:
a.       Tangannya luka kena pecahan kaca.
b.      Lengannya luka kena pecahan kaca.

Jadi, kata tangan dan lengan pada kedua kalimat di atas adalah bersinonim, atau bermakna sama.

Berbeda dengan kata, maka yang disebut istilah mempunyai makna yang pasti, yang jelas, yang tidak meragukan, meskipun tanpa konteks  kalimat. Oleh karena itu, sering dikatakan bahwa istilah itu bebas konteks. Sedangkan kata tidak bebas konteks. Tetapi perlu diingat bahwa sebuah istilah hanya digunakan pada bidang keilmuan atau kegiatan tertentu. Contohnya kata kuping dan telinga, dalam bahasa umum kedua kata itu merupakan dua kata yang bersinonim karenanya sering di pertukarkan. Tetapi sebagai istilah dalam bidang kedokteran keduanya memilki makna yang tidak sama; kuping adalah bagian yang terletak di luar, termasuk daun telinga; sedangkan telinga adalah bagian sebelah dalam. Oleh karena itu, yang sering diobati oleh dokter adalah telinga, bukan kuping.

Demikianlah sobat muda, pengenalan materi semantik bahasa Indonesia. Lebih lanjut mengenai pembahasan semantik, silakan ditelaah lebih lanjut; dari buku-buku terkait atau pun refensi lainnya.


Semoga bermanfaat

*diolah dari berbagai sumber

Ada Apa Dengan Kita?

Ada Apa Dengan Kita?
foto: baltyra.com 
Ada banyak pembicara di ruang itu
Ruang 3X4 meter yang aduhai
Semua ingin berbicara. Semula
Aku pun bicara tapi dalam hati saja

Tambah lagi suara radio, tv, mesin-mesin
Aku lantas menatap layar saja
Menyerupai usia zaman, sambil menerka:
Ada apa dengan kita?
Ada apa dengan suara?

Aku tak mengerti. Aku diam saja
Melenggang di antara mereka
Dan mereka masih asik bercakap
Seolah itu percakapan terakhir mereka

Saut-menyaut suaranya seirama
“Ah, merdu betul,” kataku menyimak
Aku jadi ingin bersuara kembali
Ya, aku juga ingin didengar
Disiarkan radio-radio, sekalipun
Kembali dilupakan

Ada  apa dengan kita?
Itu pertanyaan kesekian kali
Yang muncul dalam kepalaku
Apa ada kita seperti yang semestinya?
Antara layar-layar, suara-suara

Aku dengar. Aku dekap. Aku sekarat
Sendiri. Antara kanal-kanal suara
Seperti parodi-parodi kolot yang mengundang
Gelak tawa. Tapi sayang sudah tak lagi
Berlaku

Aku menerima pesan singkat: nikmati saja;
Aku tak mengerti kenapa kita perlu bahagia?
Kita perlu sedikit lupa. Menari dan berlaga
Kita perlu sedikit upaya. Melawan dunia
Dengan menjadikannya tawa

Tiba-tiba aku menggangguk
Seperti orang yang sangat ngantuk
Oh, suara bisa membuat orang terpedaya
Tanpa rupa, nyatanya usia bisa susut juga

Ah, ada apa dengan kita?

23/06/2016

Puisi di atas adalah pertanyaan kecil dari efek samping teknologi dan kemajuan zaman. Puisi yang sepontan saya tulis karena saya merasakan kecanggungan luar biasa, tiba-tiba, tanpa musabab yang jelas. 

Saya pikir itu cuma sekadar igauan. Sekali pun saya menulisnya dengan kesadaran penuh. 

saya hendak menyampaikan aspirasi, sepertinya. Tapi tersangkut, terlupakan begitu saja. dan mungkin saya ingin berusaha, tapi tidak tahu mesti berbuat apa.

ah, ada apa dengan saya.

Memahami Penulisan Berita Lebih Dekat


Memahami Penulisan Berita Lebih Dekat
memahami berita lebih dekat via acehmenulis.com 
Pengertian Berita

Sobat muda, sebagaimana informasi yang dewasa ini tersaji begitu mudah dengan bantuan teknologi. Informasi itu bisa disebut berita, sebagian besar. Apa itu berita? Alangkah baiknya kita memahami lebih dekat tentang berita, sebelum membacanya lebih lanjut.

Berita adalah informasi yang penting dan menarik perhatian orang banyak. Dari segi etimologis, berita sering disebut juga dengan warta. Warta berasar dari bahasa Sansekerta, yaitu “vrit” atau “vritta”, yang berarti kejadian atau peristiwa yang telah terjadi. Persamaan dalam bahasa Inggris dapat dimaknakan dengan “write”. Istilah “berita” dalam bahasa Indonesia disadur dari asal kata “vritta” dalam bahasa Sansekerta.

Beberapa istilah berita menurut para ahlinya:

·   Paulo de Massener (Here’s The News; Unesco Associate): Berita adalah suatu informasi penting yang menarik perhatian dan minat khalayak.
·    Adinegoro: bertia adalah pernyataan antarmanusia yang bertujuan untuk memberitahukan, yang disiarkan melalui pers.
·       Mochtar Lubis (Pers dan Wartawan): Berita adalah apa saja yang ingin diketahui pembaca, apa saja yang terjadi dan menarik perhatian orang, apa saja yang menjadi buah percakapan orang; semakin menjadi buah tutur orang banyak, semakin besar nilai beritanya, asalkan tdak melanggar ketertiban perasaan dan undang-undang penghinaan.

Jenis Berita

Berkaitan dengan jenis-jenis berita. Haris Sumadiria (2005) menyatakan ada tiga jenis berita dalam aktivitas jurnalistik, yang terdiri atas berita elementary, berita intermediate, dan berita advance.

1.      Berita Elementary
a)      Straight news report: laporan berita langsung, yaitu berita yang berwujud laporan langsung dari suatu peristiwa, biasanya menyajikan apa yang terjadi dalam waktu singkat dan memiliki nilai objektivitas fakta yang ddapat dibuktikan dan dapat ditulis dengan mematuhi unsur 5W+1H (what, who, where, why, + how).

b)      Dept news report: laporang berita mendalam, yaitu berita yang berwujud laporan fakta-fakta mengenai peristiwa yang terjadi dan dikatikan dengan fakta-fakta sebelum/sesudah kejadian yang mempengaruhinya. Berita jenis ini sedikit berbeda dengan Straight news report karena memerlukan kolaborasi fakta-fakta lain yang terkait, yang bukan opini atau pendapat wartawan.

c)      Comprehensive news: berita menyeluruh, yaitu berita tentang suatu peristiwa dengan sajian fakta-fakta secara menyeluruh yang ditinjau dari berbagai aspek yang mempengaruhi, biasanya menyajiakan gabungan fakta-fakta yang dikemas dalam satu keutuhan informasi sehingga pembaca dapat memahami “makna lanjutan” dari berita tersebut.

Artikel terkait: cara menuliskan berita dengan teknik penulisan berita yang benar

2.      Berita Intermediate
a)      Interpretative news report: laporan berita interpretatif, yaitu berita yang memfokuskan pada peristiwa/masalah yang bersifat kontroversial dengan dukungan fakta-fakta yang ada dan menarik perhatian publik. Wartawan memberikan analisis dan interpretasi dalam peulisannya tentang peristiwa dan fakta-fakta yang terjadi sehingga dapat menguak makna yang sebenarnya dari suatu peristiwa/masalah yang diberitakan.

b)      Feature story report: laporan berita khas, yaitu berita yang menyajikan informasi dan fakta yang menarik perhatian pembaca dengan gaya penulisan yang berbeda. Berita ini dikemas lebih menarik dan bersifat ringan, di samping tetap fokus menyampaikan esensi berita.

3.      Berita Advence
a)      Depth reporting: pelaporan mendalam, yaitu laporan jurnalistik tentang suatu peristiwa/masalah aktual yang disajikan secara lebih mendalam, tajam, lengkap, dan utuh dengan tujuan agar pembaca dapat mengetahui dari berbagai perspektif dan lengkap tentang atau peristiwa/masalah yang terjadi. Biasanya, berita jenis ini dikemas dalam bentuk liputan utama, yang melibatkan tim wartawan yang lebih banyak dengan gaya bahasa tulisan yang menarik, di samping membutuhkan waktu penulisan.

b)      Investigative report: pelaporan penyelidikan, yaitu berita yang memfokuskan pada peristiwa/masalah yang kontroversial, seperti berita interpretatif. Hanya saja, dalam berita invetigatif, wartawan melakukan penyelidikan lebih lanjut terhadap fakta yang ada sehingga memperoleh fakta-fakta baru yang bersifat khusus dan memiliki nilai berita yang tinggi.

c)      Editorial news: berita otentik/tajuk, yaitu berita yang menyajikan pikiran instuisi media terhadap suatu peristiwa/masalah yang aktual dan layak mendapat perhatian publik. Berita ini tidak hanya menyajikan fakta, tetapi juga opini yang menafsirkan fakta-fakta sehingga dapat mempengaruhi opini publik.

Demikianlah sobat muda pembahasan yang singkat ini, semoga mampu menjadi satu pijakan untuk langkah yang baik.

Salam hangat

Kurapikasoka

sumber: Jurnalistik Terapan karya Syarifudin Yunus.

penentuan kalimat


Penentuan Kalimat
penentuan kalimat via blog.unnes.ac.id
Kalimat ialah satuan gramatik yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai nada akhir turun atau naik.

Bahasa umumnya terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan bentuk dan lapisan arti yang dinyatakan oleh bentuk itu. Bentuk bahasa terdiri dari satuan-satuan yang dapat dibedakan menjadi dua satuan, yaitu satuan fonologik dan satuan gramatik. Satuan fonologik meliputi fonem dan suku, sedangkan satuan gramatik meliputi wacana, kalimat, klausa, frase, kata, dan morfem.

Kalimat ada yang terdiri dari satu kata, misalnya Ah!; kemarin; ada yang terdiri dari dua kata; misalnnya itu toko; ia pedagang; ada yang terdiri dari tiga kata; misalnya ia belajar menulis; kakak akan pergi; dan ada yang terdiri dari empat, lima, enam kata dan seterusnya.

Sesungguhnya yang menentukan satuan kalimat bukannya banyaknya kata yang menjadi unsurnya, melainkan intonasinya. Seperti contoh berikut ini:

Beberapa hari bapak hanya termangu-mangu saja. Ia tidak berangkat ke kantor, juga tidak lagi mengcangkul di ladang. Untunglah, ibu tidak berlari-lari. Ibu hanya diam di rumah saja, hanya kadang-kadang tertwa atau menangis. Ah, ibu. Badanku menjadi kurus. Sudah tiga hari aku tidak masuk sekolah.  Ocehan kawan-kawan sangat menyayat hatiku. Rupanya berita ini sudah sampai pula ke sekolahku.

Kalimat Berklausa dan Kalimat Tak Berklausa

Kalimat Tadi pagi pegawai itu terlambat terdiri dari satu klausa, berbeda dengan kalimat Selamat malam!, yang terdiri dari satuan yang bukan klausa. Demikianlah, berdasarkan unsurnya, kalimat dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu kalimat berklausa dan kalimat tak berklausa.

Kalimat berklausa ialah kalimat yang terdiri dari satuan yang berupa klausa. Dalam tulisan ini klausa dijelaskan sebagai satuan gramatik yang terdiri dari subjek dan predikat, disertai objek, pelengkap, dan keterangan atau tidak. Dengan ringkas, klausa ialah Subjek/S Predikat/P (O) (PEL) (KET). Tanda kurung menandakan bahwa apa yang terletak dalam kurung itu bersifat manasuka, maksudnya boleh ada, boleh tidak.
Contoh:

(2) Lembaga itu menerbitkan majalah sastra.

(3) Bapak Gubernur besok pagi akan ke Jakarta.

(4) Perasaan ini timbul dengan tiba-tiba tatkala kereta api mulai memasuki daerah perbatasan.  
artikel terkait: membuat kalimat efektif 

Kalimat (2) terdiri dari klausa lembaga itu menerbitkan majalah sastra, yang terdiri dari Subjek (S): lembaga itu, Predikat (P): menerbitkan, dan Objek: majalah sastra;

Kalimat (3) terdiri dari klausa Bapak Gubernur besok pagi akan ke Jakarta, yang terdiri dari Subjek (S): Bapak Gubernur, Keterangan (KET): Besok Pagi, Predikat (P): akan ke Jakarta;

Kalimat (4) terdiri dari dua klausa, yaitu perasaan ini timbul dengan tiba-tiba sebagai klausa pertama, dan kereta api mulai memasuki daerah perbatasan sebagai klausa kedua

Kalimat Berita, Kalimat Tanya, dan Kalimat Suruh

Berdasarkan fungsinya dalam hubungan situasi, kalimat dapat digolongkan menjadi tiga golongan, ialah kalimat berita, kalimat tanya, dan kalimat suruh.

Kalimat Berita

Berdasarkan fungsinya dalam hubungan situasi, kalimat berita berfungsi untuk memberitahukan sesuatu kepada orang lain sehingga tanggapan yang diharapkan berupa perhatian.

Kalimat berita memiliki pola intonasi yang disebut pola intonasi berita, yaitu [2] 3 // [2] 3 1 # dan [2] 3 // [2] 3 # apabila Predikatnya (P) terdiri dari kata-kata yang suku kedua dari belakangnya bervokal /ǝ/, seperti kata keras, cepat, kering, tepung, bekerja. Di samping itu, dalam kalimat berita tidak terdapat kata-kata tanya seperti apa, siapa, di mana, mengapa, kata-kata ajakkan seperti mari, ayo, kata persilahan (silahkan), serta kata larangan (jangan). Misalnya:

(5) Menurut ilmu sosial konflik dapat terjadi karena penemuan-penemuan baru.

(6) Jalan itu sangat gelap.

(7) Belajarlah mereka dengan tekun.

Kalimat (5), (6), dan (7) termasuk golongan kalimat berita karena ketiganya mempunyai intonasi bertia dan dalam ketiga kalimat itu tidak terdapat kata-kata tanya, ajakan, persilahan dan larangan.

Kalimat Engkau harus berangkat sekarang juga, sekalipun tanggapan yang diharapkan oleh penuturnya erupa tindakan, namun kalimat tersebut termasuk golongan kalimat berita mengingat ciri-ciri formalnya yang berupa pola intonasi berita dan tak adanya kata-kata tanya, ajakan, persilahan, dan larangan.

Demikianlah pula kalimat Saya minta, engkau berangkat sekarang ini juga yang mengharapkan tanggapan yang berupa tindakan dan yang berdasarkan maknanya menyatakan suatu permintaan, di sini termasuk golongan kalimat berita memiliki ciri-ciri formal kalimat berita.

Kalimat Tanya

Kalimat tanya berfungsi untuk menanyakan sesuatu. Kalimat ini memiliki pola intonasi yang berbeda dengan pola intonasi kalimat berita. Perbedaannya terutama terletak pada nada akhirnya. Pola intonasi kalimat berita bernada akhir turun, sedangkan pola intonasi kalimat tanya bernada akhir naik, di samping nada suku terakhir yang lebih tinggi sedikit dibandingkan dengan nada suku terakhir pola intonasi kalimat berita. Pola intonasinya, ialah [2] 3 // [2] 3 2 #. Di sini pola intonasi kalimat tanya itu digambarkan dengan tanda tanya, misalnya:

(8) Ibu pergi?

(9) Adik-adik sudah makan?

Atau bisa juga dengan menambahkan kata-kata kah, apa, apakah, bukan, dan bukankah. Misalnya:

(10) Pergikah ibu?

(11) Sudah bangunkah adik-adik?

Kalimat-kalimat tanya di atas hanya memerlukan jawaban yang mengiyakan atau menidakkan. Di samping itu,  terdapat kalimat tanya yang memerlukan jawaban yang memberi penjelasan. Yaitu kalimat tanya dengan menggunakan kata-kata: apa, siapa, mengapa, kenapa, bagaimana, mana, bilamana, kapan, bila dan berapa.
Contoh:

(12) Apa pekerjaan ayahmu sekarang?

(13) Siapa juara kelas yang baik hati itu?

(14) bagaimana keadaan adik-adik sepeninggalan ibu?

Demikianlah, fungsi kata-kata tanya itu ditentukan berdasarkan kemungkinan kalimat jawabannya.

Kalimat Suruh

Berdasarkan fungsi dalam hubungan situasi, kalimat suruh mengharapkan tanggapan yang berupa tindakan dari orang yang diajak bicara. Pola intonasinya, yaitu 2 3 # atau 2 3 2 #. Misalnya:

(15) Pergi!

(16) Masuklah!

(17) Baca buku itu!

(18) Berangkatlah sekarang juga!

Berdasarkan strukturnya kalimat suruh dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu
1.      Kalimat suruh yang sebenenarnya
Contoh: Pergi!

2.      Kalimat persilahan
Silakan Tuan duduk di sini!

3.      Kalimat ajakan
Mari kita berangkat sekarang!

4.      Kaliamat larangan.
Jangan suka menyakiti hati orang!


Demikianlah sobat muda, pembahasan tentang penentu kalimat. Kiranya bisa bermanfaat sebagai dasar dari pengembangan kalimat sampai menjadi wacana yang penuh makna, atau sebagainya.