Sastra dan Hubungan dengan Masyarakat



Sastra dan Hubungan dengan Masyarakat

Adanya hubungan antara sastra dan masyarakat biasanya berangkat dari frasa De Bonald bahwa
“sastra adalah ungkapan perasaan masyarakat” (literature is an expression of society). Tapi apa sesungguhnya makna aksioma ini?

Tidak sepenuhnya benar bila pengarang mengekspresikan penglaman dan pandangan hidup. Tetapi pengarang tidak juga mengekspresikan kehidupan secara keseluruhan, atau kehidupan zaman tertentu secara konkret dan menyeluruh.

Untuk sebagian besar aliran kritik sosial, berarti pengarang harus peka terhadap situasi sosial dan nasib kaum proletar. Yang lain menuntut pengarang untuk menganut sikap atau ideologi yang sama dengan yang dianut oleh kritikusnya.

sastra dunia
Dalam kritik aliran Hegel dan Taine, kebesaran sejarah dan sosial disamakan dengan kehebatab artistik. Seniman menyampaikan kebenaran yang sekaligus juga merupakan kebenaran sejarah dan sosial. Karya sastra merupakan “dokumen karena merupakan monumen” (“document because they are monuments”).

Tapi sebaiknya masalah kritik yang berbau penilaian kita tangguhkan dulu sampai kita meneukan hubungan yang nyata antara sastra dan masyarakat. Hubungan yang bersifat deskriptif (bukan normatif) dapat kita klasifikasikan sebagai berikut.

Pertama adalah sosiologi pengarang, profesi pengarang, dan instuisi sastra. Masalah yang dimaksudkan di sini adalah dasar ekonomi produk sastra, latar belakang sosial, status pengarang, dan ideologi pengarang yang terlihat dari berbagai kegiatan pengarang di luar karya sastra.

Kedua adalah karya sastra, tujuan, serta hal-hal  lain yang tersirat dalam karya sastra itu sendiri dan yang berkaitan dengan masalah sosial.

Ketiga, dan yang terakhir adalah permasalahan pembaca dan dampak sosial karya sastra.

Sejauh mana sastra ditentukan atau tergantung dari latar sosial, perubahan dan perkembangan sosial, adalah pertanyaan yang termasuk dalam ketiga jenis permasalahan di atas: sosiologi pengarang, isi karya sastra yang bersifat sosial, dan dampak sastra terhadap masyrakat. Sebelum kita sampai kepada masalah lebih lanjut.

Statistik dapat membuktikan bahwa sastra Eropa modern ditulis oleh kelompok kelas menengah karena kelompok bangsawan selalu mencari waktu untuk bersantai, sedangakan kelas bawah hanya mempunyai  kesempatan yang sangat terbatas untuk memperoleh pendidikan. Pada kesusastraan Inggris hal ini hanya berlaku dengan sejumlah catatan. Anak petani dan buruh sering berrperan dalam kesusastraan inggris lama . Burns dan Carlyle berhasil maju karena ditemukan keterbukaan sistem sekolah di Skotlandia. Dan peran bangasawan pada kesusastraan Inggris ternyata cukup besar, karena kelas bangsawan di Inggris tidak terlalu terpisah dari kelas profesional seperti terjadi di negara-negara lain. Di Rusia, penulis-penulis sebelum Goncharov dan Chekov semua berasal dari kalangan bangsawan. Dostoevsky dapat dianggap keturunan bangsawan juga, meskipun ayahnya—seorang dokter di sebuah rumah sakit untuk orang miskin di Moskow—baru mendapatkan status sebagai tuan tanah pada masa tuanya.

Keterlibatan sosial, sikap, dan ideologi pengarang dapat dipelajari tidak hanya melalui karya-karya mereka, tetapi juga dari dokumen biografi, pengarang adalah seorang warga masyarakat yang tentunya mempunyai pendapat tentang masalah-masalah politik dan sosial yang penting, serta mengikuiti isu-isu zamannya.
Kecenderungan umum zaman modern dan sastra Barat adalah melemahnya pertalian antara sastrawan dan kelas sosialnya. Sastrawan membentuk kelompok inteligensia—suatu kelompok profesional yang independen, dan berada di antara kelas-kelas yang ada. sosiologi sastra bertugas menelusuri status sosial kelas ini, meneliti ketergantungannya pada kelas penguasa, serta mempelajari sumber ekonomi dan prestisenya dalam masyarakat.

Sejarah mencatat adanya peralihan keuangan terhadapa sastrawan: dari kalangan pelindung seni—yaitu kaum bangsawan—pindah ke para penerbit yang bertindak sebagai agen pembaca. Tetapi sistem perlindungan oleh bangsawan tidak merata.

Imbalan keuangan yang besar baru datang pada abad ke-19 ketika Scott dan Byron berhasil mempengaruhi selera dan opini masyarakat pembacanya. Voltaire dan Goethe juga menaikkan prestise dan kemandirian para pengarang di Eropa. Bertumbuhnya masyarakat pembaca, munculnya majalah resensi buku seperti Edinburg dan Quarterly, membantu sastra menjadi suatu institusi yang mandiri. 
Ada kemungkinan justru sastrawanlah yang menciptakan publiknya. Coleridge sangat menyadari hal ini: setiap sastrawan baru harus menyusun cita rasa baru untuk dinikmati oleh publik.

Sastrawan dipengarauhi dan mempengaruhi masyarkat: seni tidak hanya meniru kehidupan, tetapi juga membentuknya. Banyak yang meniru gaya hidup tokoh-tokoh dunia rekaan. Yang ditiru mungkin novel serius Goethe, The Sorrow of Young Werher, mungkin pula novel petualangan populer Three Musketeets karangan Dumas. Tetapi, bagaimana cara kita menentukan pengaruh sebuah buku terhadap pembacanya? Bisakah kita menggambarkan pengaruh sastra? Apakah Addison betul-betul mengubah perilaku masyarakat? Dan apakah karya-karya Dickens menyebabkan perbaikan keadaaan penjara, sekolah anak laki-laki, dan asrama anak-anak miskin? Apakah Harriet Beecher Stowe memang betul “wanita mungil yang menyebabkan pecahnya perang besar” (little woman who made the great war)? Apakah novel Gone with the Wind (salah satu dari 11 buku paling laris di dunia) mengubah sikap pembaca Amerika Utara terhadap perang saudara yang disebabkan oleh buku Stowe itu? Bagaimana Hemingway dan Faulkner memengaruhi pembacanya? Seberapa besar pengaruh sastra dalam kebijakan nasional di zaman modern? Jelas, novel-novel sejarah walter scott di Skotlandia, Henryk Sienkiewicz di Polandia, dan Alois Jirasek di Cekoslowakia ikut menaikkan kebanggaan nasional dan mengingat masyarakat pada peristiwa-peristiwa bersejarah.

Potret sosial Amerika dapat disusun dari novel-novel Harriet Beecher Stowe, Howells, sampai Farell dan Steinbeck. Kehidupan pasca-Restorasi di Paris dan Prancis direkam dalam ratusan tokoh Balzac dalam Komedi Manusia. Proust menelusuri secara terperinci stratifikasi sosial aristokrasi Prancis yang mulai runtuh, dan lain sebagainya.

Ada berbagai teori yang diterapkan dengan berbagai keunggulan masing-masing kemampuannya. Rasanya tidak mungkin kita menerima teori yang menunjuk pada satu aktivitas manusia saja sebagai “penggerak” dari semua aktivitas lainnya. Teori Taine, misalnya, menjelaskan bagaimana proses kreasi digerakkan oleh faktor sosial, iklim, dan biologi. Teori Hegel dan pengikut-pengikutnya menganggap “spirit” adalah faktor tunggal dalam sejarah. Sedangkan Marx menjelaskan segala sesuatu dari cara produksi. Padahal sejak awal sampai bangkitnya kapitalisme, perubahan teknologi tidak sehebat transformasi budaya dan sastra. Lagi pula, sastra tidak secara langsung menunjuk kesadaran pada perubahan teknologi.

Kritik Marxisme agaknya paling cocok diterapkan untuk menyingkap implikasi sosial dalam karya seorang penulis. Teknik interpretasi seperti ini dapat disejajarkan dengan teori Freud, Nietzsche, Pareto, dan sosiologi pengetahuan rumusan Scheler-Mannheim. Kelompok intelektual di atas mencurigai setiap pemikiran, doktrin, dan pernyataan. Perbedaannya: teori Nietzsche dan Freud menyangkut bidang psikologi, analisis Pareto tentang “sisa-sisa” (residues) dan “turunan” (derivatives), dan teknik analisis ideologi Scheler-Mannjeim bersifat sosiologis.

Hanya saja, sosiologi pengetahuan mempunyai satu kekurangan, yakni terlalu cenderung pada historisme. Meskipun teori ini mempunyai tesis bahwa objektivitas dapat dicapai dengan cara membuat sintesis yang akan menetralisir beberapa sudut pandang yang bertolak belakang, teori ini menghasilkan kesimpulan yang bernada skeptis.

Masalah sastra dan masyarakat dapat diletakkan pada suatu hubungan yang lebih bersifat simbolik dan bermakna: kita dapat memakai istilah-istilah yang mengacu pada integrasi sistem budaya, dan keterkaitan antara berbagai aktivitas manusia.  


Asal-usul sosial jenis sastra pada zaman tertentu dengan zaman lainnya jelas beragam. Dan apakah sikap sosial sangat mendasar dan efektif untuk memperkaya nilai suatu karya sastra? Pertanyaan ini baru bisa dijawab jika faktor penentu sosial dan bentuk-bentuk sastra sudah diketemukan. Kita bisa memperdebatkan apakah kebenaran sosial mendukung kompleksitas dan koherensi karya sastra, sehingga menaikkan nilai artistiknya? Sastra yang bersifat sosial hanya merupakan satu ragam sastra dari banyak ragam lainnya. Sifat sosial bukan merupakan inti teori sastra, kecuali kalau kita beranggapan bahwa sastra pada dasarnya adalah “tiruan” hidup dan kehidupan sosial. Tetapi sasta jelas bukan pengganti sosiologi atau politik. Sastra mempunyai tujuan dan alasan keberadaannya sendiri.


sumber: buku Teori Kesusastraan karya Rene Wellek dan Austin Waren

salam hangat
kurapikasoka

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

silakan berkomentar dengan santun, inspiratif dan tidak mengandung SARA...mari saling menginspirasi