Puisi-Puisi Pilihan Karya Dina Oktavia

Puisi-Puisi Pilihan Karya Dina Oktavia

Dina Otavia dalam peluncuran buku puisinya via ulunlampung.blogspot.com
Dina Oktavia lahir di Bandar Lampung, 11 Oktober 1985. Ia pernah bekerja sebagai reporter remaja di Harian Umum Lampung Post, dan anggota Komite Sastra Dewan Kesenian Lampung (DKL). Saat ini ia tinggal di Jogjakarta.

Dina Oktavia telah memiliki buku kumpulan cerpen dan puisi; Como Un Sueno (kumpulan cerita pendek, 2005), Biografi Kehilangan (kumpulan puisi, 2006), dan Hati yang Patah Berjalan? Broken Heart Walking (kumpulan puisi dwibahasa Indonesia-Inggris, 2009)

Puisi-puisinya sering kali bertemakan kehilangan, kegelisahan, kepedihan, dan kegetiran yang dikemas dengan pilihan kata yang khas, juga memiliki imaji dalam puisi yang sering kali "melelehkan" hati. Dina Oktavia di samping menulis puisi dan cerpen juga menunjukkan kepiawaianya membaca puisi, dengan usia yang masih muda.

Berikut beberapa pilihan puisi karya Dina Oktavia:

Dongeng Tentang Kesetiaan

Mungkin aku akan pulang
membawa dada dalam kresek
dan mengecup bau rumah yang gelisah

Aku juga rindu ranjang remang itu
sebab mencintaimu dengan nyanyi dan kembang api
telah ditempuh semua orang

Tak ada bayi yang harus kususui
atau makanan yang keburu basi
kebisuan menghambur begitu saja
menjadi selimut yang lebih dingin dari puisi
dan kau tak selalu kuat menanggung gigilnya

Aku akan pulang, barangkali
membiarkan kaugeledah bungkusan
dan menghisap ketenangan di dalamnya

Sementara di luar sana,
orang-orang terjebak petasan dan kematian

(2002)

Mencari-Mu

Malam sudah sekarat
dan angin melemparku
dari percakapan orang-orang

Kau di mana?

Langit pun telah menjadi tanda panah
yang hilang arah

Lalu kutenggak saja
luka dari kata yang pertama
yang pernah kaubilang mampu menepis seluruh aku
tapi tak ada yang bisa kumaknai
tanpa sobekan perihmu

Aku mulai menggelandang
menjadi perempuan bagi kaca dan jalanan
tapi tak juga kutemukan wajahmu – atau wajahku
sebab bayang-bayang
membangun dunianya sendiri

Seperti Sebuah Perasaan Sedih

Kebahagiaan, kalau masih ada
barangkali cuma pergeseran dingin di antara tubuh dan subuh
suara-suara yang tak jelas dari dalam perutmu atau udara
dunia lain yang mengunci pintu rapat-rapat
dan diam-diam menjebakmu di luar dirinya

Orang-orang berjalan memasuki dirimu, seperti udara
rintihanmu seperti napas yang salah arah
dan sengaja

Tetapi hujan pekat dan cinta bukanlah kawan dekat
yang biasa memaklumi kanak-kanakmu
dan menghadiahkan lebih dari sekedar kemuraman

Mereka hanya kecurigaan unggas terhadap kemalangan
atau perasaan tua yang hinggap sebelum matahari dan padi-padi
ditemukan

Kita berpisah entah dimana
tetapi di sebuah meja makan kau kembali sendirian
kesedihan melemparkan secarik kartu nama ke dalam Barleys 1985
lalu the police, lalu times, lalu gemuruh perang dari lantai lima belas

Lalu semuanya segera menjadi subuh
setelah semalaman orang-orang di dalam tubuhmu
nyaris menjelma saudara dan pacar lama

Segalanya kembali berjarak, seperti kaktus
yang selalu kau sentuh dengan curiga
dan kau entah sudah di dalam kereta yang mana

Dan kebahagiaan, kalau masih ada
akan membantumu menjadi lebih tidak ada

2003


Sebuah Film Tentang Burung-Burung

Saya melihatnya sekali saja
di dalam terang dan keramaian
dan itu cukup bagi kami untuk sama-sama
meragukan pernikahan

Orang-orang sedang sibuk berpelukan
ketika dia bersikeras menggulung kecemasan
yang panjang seperti kabel kamera

Saya mengulurkan tangan, ”apa yang sudah kau rekam?”
tetapi dia sudah terlalu terjebak dalam kemurungan tanpa batas
dia terus menggulung

Di kepalanya yang botak saya tiba-tiba melihat
sebuah film tentang burung-burung yang datang dan pergi
tentu saja, burung-burung tak bisa diperistri atau suami
mereka sedih dan menghibur, tetapi bukan dari spesies kita
dan pada waktunya harus keluar rumah untuk menggenapi sejarahnya

Dia merasa tak nyaman lantas meminjam kerudung saya
tapi terkesima melihat isi kepala saya lantas lekas-lekas
mengembalikannya dengan cemas

Saya memilih pulang saja
kami tak saling kenal
tapi tak ada gunanya berlama-lama dalam ketegangan
dan tak pernah bisa saling menenangkan

Saya melihatnya sekali saja, tanpa menatap mata
tetapi sampai sekarang, dia masih menggulung
surat-surat segel yang panjang dalam rekaman kamera saya
dan tak pernah bisa saya lupakan

2003

AGORAFOBIA

Malam lebaran
aku melipat sprei-sprei yang lusuh
dan kau tak menyukai perayaan jenis ini

Kau tak lagi terhibur dengan baju-baju kotor di gantungan
atau dongeng tentang tuhan dalam roman-roman asia;
semua yang tiba-tiba tampak begitu sederhana dan pribadi buatmu

Tapi aku tak punya kendara menuju athena
dan telah jauh ketinggalan mode percakapan
kapal-kapal sudah lebih dulu tenggalam di kolam
tetangga, buku-buku panduan pergaulan tak terbeli

Apakah kau ingin memasukkan kata radio, cogito
atau agorafobia ke dalam kamar kita yang cekung seperti kuburan?
anak-anak lebih setuju dengan bunga-bunga
dan berisik tokek di atap rumah
mereka bisa tidur di rahimku jika kantung matamu
tak cukup hangat untuk penderita malaria

Kami, dengan segenap kemuraman yang riang
menyediakan ruang istirah yang tak pernah ditawarkan
adegan film aksi, lebih-lebih isme eksistensi

”Pulanglah, papa
hujan deras, genting bocor dan kami tak bisa menangkap petir”

Berhentilah menawarkan kami pada toko-toko buku
atau menggadaikan rumah untuk sejumlah perjudian pasca hastina:
kita butuh uang untuk tukang dan masak rendang

2003

Di Sini Dan Begini Saja

Maaf, aku yang berada dalam tragi sejak awalnya
tak bisa membawamu kemana-mana :
di sini dan begini saja

Aku tak sedang memintamu pergi
tetapi kenyataan di luar sungguh terlampau jauh dan tak tersentuh
dan aku tak bisa menyanyikan yesterday pada musim beku

Tidakkah kau bersedia menjadi lumpuh
sebelum seluruh sepatu sempat kau masuki

Aku sedang berjalan-jalan sendirian
di jalan-jalan yang tak akan pernah menghadirkan engkau
di bekas-bekas hujan yang cepat sekali mengering di kakiku

Agaknya aku akan sakit lagi
burung-burung itu sudah dibiarkan pergi
ke ladang-ladang, mencuri separuh angkasa
lalu terus terbang: semua yang kukira-kumiliki
adalah kepunyaan orang

luka setiap saat, wujudmu sekali waktu

2003

atikel terkait lain: Cara menulis puisi dan contoh puisi

buku puisi Biografi Kehilangan

Jalan Kecil Menuju Dina

Dia akan menyusur kembali
batu-batu tajam
jalan kecil menjauhi rumah

Melihat laut pada langit
mendengar kata-kata cinta dari bibir angin
di setiap kelokan dan kejatuhan

Tapi cinta apakah ini
yang telah melukai
dan mencuri kesenangan dari rasa sakit?

Dadanya berdarah
tapi hatinya tidak

Matanya penuh igauan;
mengembara bagai musik
yang memberi gangguan berbeda
kepada setiap telinga

Siapa yang sungguh mendengar
dan akan datang menjemputnya
dan mengatakan:
“semua cuma mimpi
tapi ada artinya”
dan bukan sebaliknya?

Langit makin gelap
bintang-bintang bagai lampu-lampu kapal
dan bulan itu adalah dirinya

Yang pada kelokan dan kejatuhan ke sekian
yang pada bisikan angin dan kucuran darah ke sekian
telah tak takut menjadi siapa saja

Bahkan menjadi dina
seperti tak seorang lain pun bisa

Stasiun yang Kering

Aku menangisi stasiun yang kering
dan seperti seharusnya tak seorang pun peduli
selembar karcis bekas; penuh kutulisi

Aku pernah mencintaimu setiap hari
dengan tubuh hijau dan pikir yang memar
mengagumi kejahatan-kejahatan kecil
: tanda cinta yang orisinil

Tapi hari ini mau ke mana aku mau ke mana
sekopor pakaian dan buku yang itu-itu juga

Dalam sakit aku telah mengganti semua merk dan judulnya
agar semua waspada, agar kamu curiga
agar tak seorang percaya:
dalam hatiku tak satu bisa berubah

Senja kesekian memasuki stasiun
di seberang gereja lama kamu muncul
dengan rindu yang asing seperti kemarin
; mengacung namaku tinggi-tinggi

Bibirmu terbuka
aku menghambur tanpa malu:
memelukmu aku memeluk udara


Lanskap Dalam

Kucoba menuliskan sesuatu
dan berdoa untukmu
Agar kamu dapat memaafkanku
dari tempat yang jauh

Di kepalaku, barisan lagu-lagu
yang akan mengikat diriku erat
dengan bayanganmu

Kutatap lanskap di luar jendela;
memanggil-manggil nafasmu
yang begitu kukenal, tapi tak lagi
menyentuh hidungku

Kesedihan musim hujan bertambah
ketika ketel di dapur tak dapat
mendengingkan uap, dan bocah lelakiku
terpejam dalam kamar;
menghisap dua jari tangannya

Kucoba mengkhayalkan
pipimu yang hangat
untuk menghapuskan
derita dosa-dosa di bibirku

-bibirmu yang kupuja
Masihkah manis dan lembab
malam ini?

Di dalamnya, aku tahu
adalah kata-kata
adalah pusat airmataku

Tetapi tetap kurindukan kamu
bagai perjalanan mencekam
sebuah kereta dari kota ke kota
yang tak pernah dapat kuhentikan

Kucoba menuliskan sesuatu
dan berdoa untukmu
agar kamu dapat memaafkan
cintamu kepadaku

Tetapi semua bahasa
dan keyakinan
lari dari kesunyianku

Mengapa kepala berada di atas jantung;
hingga dadaku yang ringkih
tak dapat mendebarkan telingamu
tanpa merendahkan wajahmu?

Malam ini
kelaparan merusakkan hatiku
kemiskinan hati
memerihkan lambungku

Tak ada orang lain di luar diriku
kecuali orang-orang yang kucintai
kecuali orang-orang yang menjauh
dari diriku

Sobat muda, kita menemukan lagi puisi cinta, kita menemukan lagi penyair yang bisa menginspirasi kita. Ya, karya-karya Dina Oktaviani seakan mengajak para pembacanya untuk merasakan kehidupan ini dan memaknainya. Bahkan, hal-hal yang telah tiada bisa begitu ia nikmati.

Penyair dan Esais ternama Sapardi Djoko Damono memberi apresiasi terhadap karya Dina: Ia menggoda kita agar menghayati rahasia kehidupan dengan cara yang unik, yang sebelumnya tidak pernah ditangkap penyair lain. Penghayatan itu ditatanya dalam metafor dan citraan yang tajam, yang merupakan salah satu ciri sajak modern.

Terima kasih Inspirasi.
Salam hangat,

sumber:  
  • Buku puisi Biografi Kehilangan, karya Dina Oktaviani
  • https://id.wikipedia.org/wiki/Dina_Oktaviani
  • http://kepadapuisi.blogspot.co.id/2014_05_01_archive.html





Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

silakan berkomentar dengan santun, inspiratif dan tidak mengandung SARA...mari saling menginspirasi